04 Januari 2009

Jangan Panggil Aku Gay (6)

By. Dian T Indrawan

Waktu lepas waktu dan berganti hari, keadaan seperti ini aku lalui dengan kebahagian namun ternyata duka pun menyelimutiku juga. Kekangan dari Mom dan Dad pun datang menghantam. Oh Tuhanku Yang Maha Kasih, mengapa mereka selalu menyalahkanku? Mengapa semuanya serba salah bagiku, sebagaimana biasanya? Mengapa jalan yang aku tempuh selalu terasa mendaki? Tuhan aku hanya ingin bahagia, tetapi aku kini hanya dapat terpaksa mengeluh. Semuanya terasa sangat membebaniku. Diriku butuh istirahat sejenak dari kepenatan yang terjadi. Tapi mengapa masalah selalu datang menghampiriku?

Aku tahu jika hidup ini tanpa lika-liku dari-Mu, maka akan terasa aneh. Seperti yang terkadang aku alami dan banyak sekali kegagalan yang aku jumpai. Semestinya aku dapat berhasil, Tuhan. Namun ada saja yang menghalangiku untuk keberhasilanku. Aku takkan pernah menyerah walau gerak maju tampak lambat. Siapa tahu berhasil pada usaha berikutnya.

Oh…. Engkau Yang Maha Agung. Bukankah keberhasilan adalah sisi kegagalan? Seperti tinta perak dibalik awan yang penuh dengan keraguan. Dan aku selalu tak pernah mengetahui seberapa dekat tujuanku untuk hidup. Mungkin sudah dekat ketika menurutku terasa jauh. Aku akan tetap berjuang bahkan ketika hantaman semakin keras, ketika segalanya tampak sangat buruk. Aku tetap tak boleh pantang menyerah. Difficulty is loo like baby and the growing big pass mothering only.

Malam berganti siang yang kunanti dengan kerinduan, surat elektronik pun aku kirimkan ke Anton tetapi semuanya membuatku kecewa karena tak ada balasan darinya, bahkan dia menganggapnya sebagai angin lalu. Karena menurutnya hubungan seperti ini hanyalah sebuah permainan semata. Aku sangat kecewa sekali setelah mendengar pernyataan itu dari seorang sahabat Anton yang tinggal di Thailand. Dia memberi penjelasan semua hal kepadaku tentang semua yang ada pada diri Anton.

Oh…, aku hanya dapat terdiam seribu bahasa, hati ini merasa sakit mendengar semuanya. Apakah semua ini karma dari Tuhan untukku? Memang aku dulu selalu mempermainkan orang hanya untuk memuaskan nafsu bejatku semata tapi aku ingin sekali menjalin hubungan dengan serius. Aku sudah bosan dengan kekecewaan yang ada. Tuhan kuatkanlah aku dengan situasi seperti ini, hidup seperti saat ini mamang berat, aku harus berpura-pura menjadi seorang lelaki sejati didalam anggota keluarga dan dilingkungan sekolah.

Ketika seluruh dunia semakin gelap dan semua mulai tidak begitu jelas, ketika bayang-bayang mulai menggantung. Oh… tenangkanlah aku, Tuhan. Ketika segalanya telah kucoba dan kelihatan tak ada jalan keluar, buatlah aku tetap mengingat-Mu. Terkadang perjalanan ini memang begitu lambat. Aku mungkin hanya perlu berhenti dan istirahat sejenak dari sepanjang jalan yang kutempuh. Saatnya aku mencoba untuk dapat mengerti dan berbincang dengan-Mu. Setelah kudapat kekuatan baru untuk melanjutkan semua, tanpa rasa ragu atau pun rasa takut. Bagaimanapun aku harus mengetahui semua karena masalah akan cepat beres. Maka, tabahkanlah aku.

Bulan telah berganti matahari, bayangan wajah Anton mulai memudar dan perasaan rindu pun berangsur-angsur hilang tetapi yang terlintas kepikiranku adalah adik kelasku yang selalu memperhatikanku. Saat setelah istirahat pertama ataupun saat istirahat sholat dhuhur bersama. Apakah aku ini hanya kege-eran saja? Tapi tidak semua itu mengalir seperti air. Akupun mulai berkenalan dengan adik kelasku itu karena terkena bujuk rayu sahabatku Frans.

Ndra, ada yang mau ketemu.”

Siapa? Jangan bilang kalau adik kelas lagi ya…

Ye….Ya… Iya, adik kelas kita. Dia anak kelas 2B.” Jawabnya dengan sedikit cengengesan.

Oh………..” sahutku dingin.

Tet……..Tet……..Tet……..,

Ternyata jam istirahat telah usai. Aku dan Frans pun masuk kelas dengan segera dan mengikuti pelajaran hingga selesai.

Frans, kamu sudah belajar untuk ulangan harian nanti?” Tanya Arif teman yang berada dibelakangku.

Hehehehe, ya belom. Indra itu yang sudah belajar.” Jawabnya yang selalu dengan senda gurau.

Wah…., emang nanti ada ulangan harian apaan?” Tanyaku.

Bukannya nanti ada ulangan Antropologi?” sahut Kewin teman sebangku Arif.

Yang bener…., gila kamu! Tidak kasih tahu aku kemarin.” Sahutku.

Kamu kemarinkan berangkat sekolah, aku yang bolos sekolah tahu kalau hari ini ada ulangan harian Antropologi.” Jelas Kewin kepadaku.

Maaf deh….., mungkin kemarin aku ngelamun saat Bu Hamda memberi tahu ke teman-teman.” Terangku kepada mereka berempat.

“Begini saja, Ndra. Gimana kalau kita berempat mencontek? Nanti contekkannya ditulis di meja nanti kalau ada yang tahu di nomor berapa…. Langsung deh kasih tahu….” Jelas Frans tentang ide gilanya untuk mencontek.

Selamat siang anak-anak……!” Sapa Bu Hamda guru mata pelajaran Antropologi.

Sudah belajar? Kalau belum ibu beri waktu tiga puluh menit untuk belajar.” Ujar Bu Hamda kepada kami.

Menurutku (dalam hati), semua catatan yang diberikan Bu Hamda itu hanyalah sebatas menyalin buku panduan karena menurutnya semua kata-kata di dalam buku panduan itu penting. Mengapa harus ada catatan jika semua kata-kata itu benar dan mengapa harus ditulis lagi? Apakah ini tidak membuang-buang waktu saja?

Ya! Semua buku catatan dimasukkan dan keluarkan kertas untuk ulangan.” Gertaknya pada kami.

Kukerjakan soal darinya satu persatu, walaupun soalnya terbilang mudah tapi ketiga temanku tetap saja nyontek. Akhirnya waktu ulangan harian pun selesai, semua soal-soal darinya telah aku kerjakan semua dan waktu istirahat solat dhuhur pun datang.

Ayo Frans, buruan. Kita langsung ke masjid saja!” ajakku kepadaku.

Ya udah kamu duluan, nanti aku nyusul.” Jawabnya dengan lugu.

Hi Ndra! Kamu tidak kemasjid?” Sapa Riyan salah satu terman karibku sejak SMP.

Ke masjid dong….! Ya udah kita berangkat bareng aja yuk. Tapi Frans masih dikelas. Apa perlu kita tunggu?” Jelasku.

Mmmmm, nah itu Frans sudah keluar dari kelas.” Ujarnya.

Kalian nunggu aku ya….., wah… aku jadi terharu.” Ungkap Frans dengan candaannya yang aneh.

Ah, itu hanya perasaanmu saja….!” Teriakku bersama Riyan serempak.

Kami bertiga berjalan dengan santai ke masjid dengan tidak terburu-buru. Setelah sampai di masjid, kami betiga duduk di serambi masjid dan sedikit nyeloteh ringan sembari bersiap diri.

Yan, ngambil air wudlu yuk!” ajakku segera.

Frans, buruan nanti keburu iqomah lho!” sahut Riyan untuk mengajak Frans mengambil air wudlu segera.

Ndra, kok sepertinya ada yang memperhatikanmu?!jelas Frans.

Ah… sudahlah. Itu hanyalah perasaanmu saja.”

Kami bertiga menuju tempat wudlu dan kemudian kami sholat berjamaah. Namun aku juga merasa bahwa gerak gerikku itu diperhatikan oleh seseorang, namun aku sendiri tak ingin berprasangka buruk kepada orang lain.

Ndra, mengapa anak kelas 2 itu selalu saja, memperhatikanmu? Apa yang mereka cari darimu?” Tanya Frans kepadaku sembari berdiri di balkon sekolah yang berhadapan dengan balkon kelas 2 B.

Entahlah, itu hak mereka memperhatikanku. Aku tidak perduli dengan urusan mereka.” Jawabku dengan perasaan sedikit gundah karena teringat perkataan sahabat Anton kepadaku sembari memperhatikan ruang kelas 1 G.

Aku tak tahu entah apa yang mereka bicarakan, namun aku mengetahui semua yang mereka bicarakan. Ya… tak lain mereka membicarakanku. Memang kaum gay di negara ini masih menjadi kontroversi dan oleh lingkungan masyarakat banyak sekali yang mengucilkan kaum ini. Masyarakat banyak yang mencaci dan berpikir bahwa kaum homoseksual itu tak memiliki masa depan yang jelas. Tapi aku membantah semua itu. Kaum gay memiliki masa depan dan kaum gay seperti aku tidak semuanya menjadi sampah masyarakat yang hina. Suara bel masuk kelas sudah terdengar dan kami pun masuk kelas masing-masing.

Ndra, kok kamu tumben tidak menanggapi semua omongan anak-anak kelas 2B?” Tanya Frans di kelas dengan sedikit khawatir kepadaku.

Mmmmm, tidak apalah…., memang saat ini aku sedang bad mood untuk menanggapi semua perkataan mereka. Aku hanya sedang memikirkan bagaimana caranya biar mereka itu tak pernah lagi meremehkanku itu saja.” Jelasku dengan penuh ketegaran.

Frans kenapa tu Indra, kok murung?” Tanya Kewin sembari memperhatikanku.

Wah…., entah kenapa dia jadi aneh hari ini. Apa dia kesambet ya?” sahut Arif membuka candaannya.

Hahahahahaha….., kesambet apaan? Gila kalian semua.”

Nah…., gitu dong Ndra! Akhirnya kamu bisa tertawa juga.” Terang Arif.

Beberapa saat kemudian ada pengumuman dari guru piket bahwa guru pengampu akuntansi berhalangan hadir jadi kami pun diberi tugas untuk mengerjakan lembar kerja siswa yang dibuat oleh pihak guru pengampu.

Rif ngomong-ngomong, si Welly masih sering menghubungi kamu?” Tanyaku kepada Arif tentang waria salon yang sempat menaksirnya.

Mmmmmm, jarang. Emang kenapa?”

Tidak. Aku hanya heran dan penasaran denganmu. Kamu gay? Atau kamu hanya sekedar pecinta waria saja?

Kamu salah. Aku ini heteroseksual. Welly aja yang suka ngaku-ngaku kalau dia itu pacarku.” Terangnya.

Oh…. Tapi mengapa Welly kemarin menjemputmu?” sahut Kewin yang juga penasaran terhadap Arif.

Oh… itu….. aku saja juga kaget saat…..”

Udahlah… akui saja, kalau kamu itu homo.” Sela Kewin untuk menggoda Arif.

Anjrit, tak mungkin aku jadi homo.” Sahut Arif dengan muka yang memerah seperti kepiting rebus.

Hei, kalian itu kayak anak kecil saja. Yang penting sekarang ini, kita mengerjakan tugas akuntansi ini…. Keburu bel pulang!! Dari pada dibawa pulang mendingan dikerjakan disini dan selesai. Jadi, dirumah tidak ada beban lagi. Nih, kalian bisa mencontek pekerjaanku. Aku sudah kelar dari pertemuan kemarin dan sudah ditandatangani oleh guru pengampu kita.” Ujarku kepada mereka agar segera mengerjakan tugas dengan baik.

Nah…, gitu dong….!” Sahut Frans, Kewin dan Arif serempak.

Tapi cepetan, nanti tidak selesai kalau kebanyakan ngobrol……

Oke deh….. babe!” Sahut Arif.

Tet……. Tet….. Tettttt……., bunyi bel pulang sekolah akhirnya berbunyi. Aku pun segera membereskan buku-buku pelajaranku untuk dibawa pulang. Ternyata Riyan sudah menunggu didepan kelasku.

Frans aku pulang duluan ya, aku bareng Riyan.” Pamitku.

Kumelangkah maju menuju tempat parkir dengan Riyan yang terletak di sebelah belakang sekolah. Sepanjang perjalanan pulang, aku selalu berkata dalam hati untuk diriku sendiri tentang apapun yang kuperbuat. “Aku sebenarnya sangat membutuhkan pembicaraan serius tentang jati diriku ini. Tetapi bukan dengan Riyan atau teman-temanku yang lain. Akan tetapi aku harus berkonsultasi dengan psikiater, yang dapat dipercaya. Aku ingin semua tahu bahwa aku itu normal. Dan mengapa semuanya bilang bahwa kaum gay itu tidak normal terus yang normal itu seperti apa? Kebanyakan orang selalu melecehkan kaum gay seperti aku. Mereka memberi anggapan yang salah tentang kaum gay. Mereka semua beranggapan bahwa kaum homoseksual itu tidak memiliki masa depan yang jelas.”

Ndra…., Hei…. Ngalamun aja dari tadi diajak ngobrol tidak menjawab ternyata kamu melamun……” semprot Riyan kepadaku.

Hehehe….. maaf….., aku baru banyak pikiran…….. Yan aku langsung balik ya….

Oke!” jawab Riyan.

Kehidupan hari ini mungkin sama buruknya dengan hari kemarin, tetapi aku harus berani menerjangnya. Harus! Tetapi hari-hari yang seperti ini selalu berlanjut dikehidupanku dan kekurangan jiwa yang aku miliki semakin memburuk. Aku tak tahu apa yang salah, tapi aku merasa bahwa aku berada di suatu jalan buntu. Siapa yang dapat menolongku? Untuk apa aku minta tolong pada orang lain? Dapatkah aku menjalankan semua isi hatiku? Mungkin aku bisa untuk saat ini.Kataku untuk diriku sendiri didalam hati.

Tiba-tiba terdengar bisikan misterius ditelingaku. Bisikan itu memerintahkanku untuk membaca isi surat dari Mom. Bacalah Dengan Cermat.” Aku memandangi ketiga kata yang tertulis di surat Mom. Untuk apa? Mengapa ia tak memperbolehkan aku mendengarkan musik di malam hari, merokok ataupun berinteraksi dengan orang lain melalui internet? Apakah aku harus membaca dengan cermat hal-hal seperti ini?” kataku dalam hati.

Namun, tiba-tiba aku tersadar, pasti ada bunyi yang lain di balik heningnya malam yang tertiup angin dan bisikan udara malam yang bergesekan dengan pepohonan di luar sana. Di dalam surat ini aku menemukan sesuatu, kalau kita membaca dengan sungguh-sungguh, ada sesuatu yang sangat singkat ketika segala sesuatu itu diam dan menunggu. Di keheningan malam yang singkat ini, pikiran yang berkecamuk terhenti dan seolah beristirahat sejenak. Kendati pun demikian, angin telah mengusir gumpalan-gumpalan awan dari langit dan bintang-bintang yang memperlihatkan gemerlapnya yang tajam, mengkilap dan meriah. Aku mulai membaca pesan kedua, dan sekali lagi aku termenung, setengah bingung bahkan setengah putus asa. Ada beberapa kata yang ditulis Mom dengan jelas. Cobalah Kau Menjangkau Kebelakang.

Ke belakang mana? Ke masa lampau? Tetapi untuk apa?”

Sementara semua khawatirkanku yang berhubungan dengan masa depan atau masa mendatang. Aku akhirnya memutuskan untuk menegaskan kesan-kesan yang samar ini seperti seorang pelukis yang memberikan sentuhan baru untuk memperkuat gambar sebuah lukisan yang ia lukis. Orang bahagia adalah orang yang penuh keyakinan menjalani hidupnya dengan penuh percaya diri (Gordon Arthur. 1995:292). Akan tetapi kali ini empat kata yang ditulis oleh Mom bukanlah imbauan lembut. Melainkan sebuah perintah. Periksa Kembali Motif Jalan Hidupmu!”

Tak ada yang salah pada motifku. Aku ingin sukses, ingin mendapatkan pengakuan yang setimpal. Tetapi semua orang picik terhadap kehidupanku. Aku ingin merasa bahagia dan lebih merasa aman dari pada sekarang. Mengapa tidak boleh? Apa barang kali, kata sebuah suara kecil entah dimana dalam benakku, mengatakan bahwa motifku ini tidak cukup baik bagiku. Mungkin itu alasannya mengapa roda-roda berhenti berputar. Begitu menyadari kenyataan ini, aku melihat bahwa jika motif hidup kita salah maka, hasilnya tidak mungkin benar. Ternyata lama sekali aku duduk terdiam dibawah gemerlap malam. Langit malam yang senyap menampilkan paduan antara sepi dan rindu dengan penuh keraguan ketika aku membaca kalimat terakhir yang ditulis Mom. Kali ini terdapat ada lima kata. Tuliskan Kesusahan-Kesusahanmu Di Bukumu.”

Akupun kemudian membuang pesan itu, lalu menggantinya dengan buku harianku. Sambil duduk dibawah sinar rembulan dan lengkungan langit seolah-olah memberi rasa aman, aku menulis didalam buku harianku untuk beberapa patah kata tentang kesusahan-kesusahanku. Akhirnya bintang jatuh pun terlihat oleh mataku yang telah lelah. Aku memohon agar hari esok aku lebih baik dari hari ini.

Di pagi hari yang dingin, aku bergegas untuk bangun dan kemudian mandi serta mempersiapkan untuk berangkat ke sekolah karena ada pendalaman materi rutin untuk siswa-siswi kelas 3. Setelah sarapan dan lain-lain yang ada di rumah, akupun beranjak dari tempat bersarapan dan meminta izin Mom dan Dad untuk berangkat sekolah. Ku nyalakan motorku dan ku mengendarai menuju sekolah dengan segera.

Sesampainya di sekolah aku langsung memarkirkan motorku dan bergegas menuju ke kelas. Aku merasa kaget karena di depan kelasku terlihat seseorang yang menatapku penuh dengan tanda tanya.

Mas Indra, kenal Aya?” Ungkapnya.

Aya? Siapa dia? Anak kelas tiga tidak ada yang bernama Aya….Jawabku ringan. Untung saja Arif datang bersama Kewin.

Rif, anak kelas tiga ada yang bernama Aya?” Tanyaku kepada Arif.

Mmmmm, setahuku tidak ada. Emang siapa yang mencari Aya dikelas kita?

Dia….” Jawabku sambil menunjuk kearah seseorang yang belum aku kenal.

Oh… kamu Caks…..!” sahut Kewin.

Weks……. Ada Wicaksono……, cari siapa?Tanya Sahid (teman sekelasku).

AYA

Oh….. Aya……” jawab Sahid membuka godaan usilnya ke Wicaksono.

Emang kamu tahu, siapa Aya?” sahut Kewin dan Arif serentak.

Wah jelas….. masa kalian sama teman sekelas tidak tahu. Aya itu si Dempul. Panggilan dia itu Aya.” Jelas Sahid.

Yang bener…..” Sahut teman-teman sekelasku yang lain dengan serentak.

Kalau si Aya itu datangnya agak telat….” Jelas Tika.

Beberapa saat kemudian, Wicaksono beranjak dari depan kelasku karena pendalaman materi untuk kelas 3 akan segera dimulai. Semua anak-anak kelas 3 IPA maupun IPS diwajibkan mengikutinya karena untuk melatih dan mengasah kemampuan dalam menghadapi Ujian Akhir Nasional yang memiliki standar kelulusan 4.01 serta kelulusan ini ditentukan hanya dengan tiga mata pelajaran saja. Jika salah satunya tidak lulus. Maka, harus mengulang dengan ujian perbaikan.

Pul (sapaan sehari-hari Ayu-Dempul,red), tadi kamu dicari anak kelas 2B. kamu tadi ditunggu didepan kopsis.” Terang Tika dan Haniv.

……….” Ayu hanya terdiam malu.

Indra, emang tadi siapa yang mencariku?” Tanya Ayu kepadaku saat jam istirahat pertama.

Oh… Wicaksono anak kelas 2B. Anaknya kuning langsat dan lumayan cakep…” jawabku kepada Ayu.

Makan Soto dikantin yuk…. Ajak sekalian si Frans.” Ajak Ayu.

Gimana Frans mau ikut ke kantin gak?” Ajakku.

Kalau kamu ingin ke kantin, silakan aku ketempat Riyan saja.” Jawabnya.

Baiklah kalau begitu.”

Sesampainya dikantin aku bertemu dengan Eci, dia seorang model handal lulusan salah satu studio model yang terletak di Jl HOS Cokroaminoto.

Indra, kemarin kamu ikutan casting film layar lebar di Jl Prawirotaman?” Tanya Eci disela-sela ia makan soto dikantin.

Wah sayang, aku tidak bisa mengikuti. Aku ada pendampingan pemotretan di studio temanku.” Jawabku singkat.

Pemotretan untuk apa?” tanyanya balik.

Pemotretan dancer dan fashion model. Aku jadi pengarah gayanya.”

Kami pun ngobrol sambil makan Soto di kantin dengan asyik dan terbawa suasana sampai-sampai telat masuk kelas.

Aku kira guru pengampu sudah berada dikelas, ternyata Ibu Shoimah tidak dapat memberikan materi untuk hari ini. Akhirnya kami pun mengajukan materi baru untuk mata pelajaran berikutnya.

Frans, aku mulai curiga dengan anak kelas 1 yang selalu memanggilku itu.” Kataku kepada Frans.

Anak kelas 1 yang mana? Si Bima atau si Uki?

Untuk nama mereka aku tidak tahu, yang jelas dia itu adiknya Ria anak IPA 2.” Terangku.

Oh…., dia. Kenapa? Kamu suka ya…… tapi kayaknya mereka nge-fans berat denganmu.”

Ye……, aku tidak naksir dia. Tapi aku hanya bingung aja kenapa juga mereka itu mencari info tentang diriku lewat kamu.” Lanjutku.

Mungkin aja mereka bukan nge-fans tapi malah suka?! Kamu itu terkenal pula di sekolah sebagai jawara acting.” Ujar Frans memujiku.

Ah…. Biasa aja.” Sahutku tersipu.

-Tet……………-

Bel pergantian pelajaran terdengar. Guru pengampu bahasa Inggris telah berada di depan kelasku.

Good Afternoon, student!” sapa Ibu Dwi kepada siswa-siswinya.Tiba-tiba ibu Dwi mendatangiku untuk menanyakan sesuatu.

Indra, masih aktif di dunia modeling? Dan bisa merancang busana?

Mmmm, masih Bu. Saya bisa merancangnya. Ada apa Bu, apa Ibu ingin melihat rancangan saya?

Ooooo, ya saya ingin melihat hasil rancanganmu. Kapan saya bisa datang kerumah Indra?

Nanti sore bisa kok, Bu.” Jawabku.

Ya! Anak-anak keluarkan bukunya dan buka halaman 15……..

Menit lepas menit aku lalui dengan sabar walau sedikit bosan dengan pelajaran ini. Tetapi semuanya aku jalani dengan sedikit bercanda dengan Arif, Kewin, dan Frans disela-sela Ibu Dwi mengajar. Karena kelasku itu terkenal dengan orang-orang yang bikin onar saat pelajaran, Bu Dwi memberikan tugas untuk mengerjakan LKS yang telah dibagikan. Namanya juga IPS 2, tetap sulit untuk di ajak tenang. Beberapa saat kemudian, tugas dari Ibu Dwi pun dapat dikerjakan dirumah.

Matahari terbenam perlahan seolah-olah tidak mengalami banyak masalah pada dirinya. Ku nanti kedatangan Bu Dwi dengan lamunan tentang apa yang terjadi hari ini. “Setiap orang pasti ingin menikah, mengapa diriku malah seperti ini? Dan tidak sedikit mengatakan bahwa aku ini tidak normal. Aku selalu bertanya dalam hati, apa yang disebut dengan normal? Mengapa ada yang disebut dengan normal dan ada pula yang disebut dengan tidak normal. Bagiku ini semua adalah normal namun untuk masalah kisahku ini memang tidak wajar dan bukan berarti tidak normal.”

-Kring….. Kring….-

Telepon rumah berdering, dan tiba-tiba terdengar samar-samar suara kakak mengganggu lamunanku.

INDRAAAAA! Ada telepon dari Bu Dwi.” Terang Kakak lelakiku.

Halo, selamat sore….. Mas Indra, maaf ibu berhalangan hadir karena ibu masih sibuk. Mungkin lain kali kalau ada waktu saja. Nanti ibu kabari lagi.” Terang Bu Dwi saat berbicara ditelepon.

Baiklah, kalau gitu.” Jawabku.

Senja berganti malam, perjalanan hidukupun terus berlanjut. Masalah-masalah dan pengalaman baru selalu muncul dengan sendirinya. Malam yang semrawut ini, menemaniku dalam perjalananku keliling kota. Tetapi akhirnya aku behenti disebuah tempat yang merupakan tanah lapang yang luas didepan sebuah kraton di kotaku yang berdiri setelah perjanjian Giyanti. Di tempat ini aku merenungkan semua yang akan kulakukan selama ini ataupun masa depanku. Hawa dingin yang menembus tulang rusukku menghiasi renunganku yang ditemani hiruk pikuk kota pelajar dan gemerlap lampu kota. Ketika sedang merenung dan melamun, tiba-tiba datang seorang bapak-bapak mengajakku untuk berkenalan dan entah apa yang dia pikirkan tentang diriku.

Hai, Sendirian….?” Sapa bapak yang berumur seumuran dengan Dad.

Iya, anda siapa ya?” Jawabku dengan berbalik tanya kepada orang tersebut.

Nama itu tidak penting, yang penting sekarang anda mau atau tidak untuk berkencan dengan saya. Dan jika saya tawar harga pulsa bagaimana?” jawabnya.

Hah gila. Emangnya saya ini lacur? Maaf ya, saya ini memang gay tapi saya bukanlah pelacur yang dapat anda pakai lalu anda buang begitu saja.” Terangku dengan tegas menjawab pertanyaan dari pria hidung belang yang mencari kucing liar malam yang dapat dibawa untuk kencan dengan harga murah.

Beberapa menit kemudian saya pun meninggalkan tempat itu segera dan berkeyakinan bahwa tidak semua gay itu dapat diperlakukan seperti sampah. Dan tidak semua gay itu pelacur. Namun ditengah perjalanan telepon genggamku bergetar, setelah aku lihat ternyata ada pesan singkat dari seseorang teman chatting. Dia bernama Oji, pelajar SMP kelas 2 yang selalu manja padaku. Di pesan pendeknya dia mengatakan bahwa dia ingin sekali bertemu denganku saat ini juga. Akan tetapi sebelum Oji sms, aku telah di sms oleh salah satu agency model untuk datang segera. Karena ada fitting baju untuk pemotretan.

Untuk itu aku memutuskan agar dapat mengambil keputusan yang pasti dari hal ini. Yang jelas keputusan yang aku ambil saat ini adalah datang ke agency model kemudian berangkat menuju rumah Oji. Aku tahu bahwa rumah Oji itu di sebelah timur laut kota pelajar yang berhati nyaman ini dan itupun sangat jauh dari agency model tempatku bernaung. Aku mengendarai motorku diiringi hembusan angin malam yang dingin untuk menuju ke agency. Sesampainya di tempat yang aku tuju, aku langsung bergegas untuk bertemu dengan perancang busana yang memilihku untuk pemotretanku.

-tret….tret…trettttt….-

Telepon genggamku bergetar yang ternyata sms dari Oji. Ia mengatakan padaku bahwa dia tidak jadi bertemu pada malam ini karena ada urusan keluarga yang sangat mendesak.

Malam yang dingin sudah mulai larut, renungan-renungan demi melangkah ke depan selalu aku lakukan ketika akan beranjak tidur. “Tuhan, dalam dunia yang menyedihkan ini, penderitaan selalu datang tanpa pandang bulu. Entah dalam keadaan suka maupun duka, dan kerap kali di sertai siksaan yang tak terperikan. Ku hadapi dengan sempurna, itu hal yang mustahil. Kecuali aku harus menunggu waktu. Karena kesempurnaan itu hanya milik-Mu, manusia hanya dapat berusaha. Kini aku yakin bahwa diriku tak mungkin dapat membaik. Tapi ini tidak benar dan keyakinanku pasti salah. Namun diriku sangat yakin bahwa aku kelak akan bahagia. Tuhan…., dengan menyadari ini, sungguh-sungguh kupercayai, membuatku takkan terlalu sengsara. Dan kini aku memiliki banyak pengalaman untuk mengatakan semua ini.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
SPOT ABU-ABU - Free Blogger Templates, Free Wordpress Themes - by Templates para novo blogger HD TV Watch Shows Online. Unblock through myspace proxy unblock, Songs by Christian Guitar Chords