04 Januari 2009

Jangan Panggil Aku Gay (4)

By. Dian T Indrawan

(Surat untuk Sulis) Dear Sulis. Entah kenapa tiba-tiba rasa itu muncul kembali setelah waktu yang kita lewati bersama. Selama ini aku terpesona wajah yang sama, yang aku kagumi beberapa tahun silam. Aku terpesona dengan kepribadian yang sama dan aku tahu kau tidak akan berubah, tetap sama seperti dulu. Tetap sama rasa ini sayang, tidak ada yang berubah juga kesetiaan yang tetap kita jaga hingga sekarang. Dan sekarang, aku jatuh cinta lagi padamu. Sudahkah kau siap, sayangku? Walau aku masih terpaku di sini tanpa berbuat apapun juga. Sudahkah kau siap, sayangku? Aku mulai mendesak untuk mengatakan "Ya, kau harus siap." Mengapa dia seperti setengah hati, setengah terpaksa? Sudahkah kau siap, sayang? Aku justru melukai perasaannya, aku begitu egois memaksakan kehendak. Sudahkah kau siap, sayang? Kini aku pun hanya dapat terdiam sayang...

Hidup itu seperti coklat, pekat tetapi juga nikmat. Jika aku telusuri kembali jejak yang telah aku tempuh. Aku melihat sekat-sekat yang menjeda dalam memoriku? Seperti membagi kisahku dalam butiran nikmat yang cepat terlumat. Bukankah tetap ada noda lekat yang selalu terlihat nikmat? Seperti duka yang selalu membuat kita tetap berharap ada. Coklat itu candu. Seperti khayalan, coklat menghadirkan memori semu tentang rasa, jiwa atau raga. Masih mengingat kapan aku menikmati rasa, jiwa atau raga? Seperti letupan almond yang meritme dalam komposisi yang tak pernah pasti. Alur yang membuat kita merasa perkasa, pasrah dan lega. Coklat itu ejakulasi.

Layaknya tangis sendu. Sebuah rahasia yang tak pernah terjamah, terbungkus rapi dalam dosa sepi. Seperti bungkus coklat yang menutupnya rapat. Tak disisakan ruang angin untuknya, angin hanya bisa menyebarkan dusta, dan coklat meleleh karenanya. Waktu selalu melarutkan nestapa. Coklat itu rindu yang selalu dapat dinikmati. Mengapa juga coklat selalu berwarna coklat? Mengapa tidak ada kontradiksi, tak ada kontroversi seperti hidupku? Coklat memang murni, sebelum manusia membuatnya dengan berbagai komposisi. Coklat putih? Itu bukan coklat.... Coklat tak pernah berwarna putih. Coklat itu nurani, dia berkata jujur tentang dirinya sendiri.

Apa kamu suka coklat? atau kamu tipe orang naif yang menyingkirkanya dari nafsumu karena ketakutan? Dia dapat membuatmu menggelembung dalam bulatan lemak, atau ketakutan akan rapuh tiap biji dari gigimu? Sebegitu berbahayakah coklat bagimu? Jangan pungkiri, betapa kamu tak menginginkannya, tapi tetap saja dia merasa sempit di dalam benakmu. Awas coklat itu laten. Aku suka coklat, sepeti halnya lebih dari separuh manusia di dunia ini suka coklat. Coklat itu teduh, coklat itu nyaman, coklat itu tenang.

Kadang coklat dapat menyembuhkan luka, kadang pula dia menjadi panah Amor, menembus inti rasa dari manusia, coklat sangat kompleks. Coklat adalah perasaan, coklat itu diri kita.... Eksistensi yang kadang sulit untuk diterjemahkan, karena dia rasa. Seperti Adam dan Hawa, coklat tak pernah membuatnya terbuang dari surga. Coklat itu bijak, coklat itu perkasa, seperti penantian akan rasa. Coklat bukan hanya coklat, coklat adalah perasaan dalam kemasan....

Kasihku, jika engkau bumi, akulah matahari.

Aku akan menyinarimu dan kau mengharapkanku.

Ingatlah s'mua yang pernah kita kayuh selama ini,

Begitu penuh cobaan yang menghadang.

Namun aku tetap menyinarimu,

Hingga kadang dirimu pun silau.

Kekasihku, Tuhan menciptakan bukan hanya bumi.

Maka, ijinkanlah aku menyinari yang lain.

Menebarkan sinarku yang hangat,

Menyampaikan kasih adanya aku, kar'na sudah kodrati.

Tuhan pun tak marah akan semua keputusanku.

14 Februari, Hari ini, sangatlah cerah. Aku berangkat kesekolah tanpa ada rasa keberatan karena saat ini valentinku yang kedua kalinya tanpa ada pasangan, namun bukanlah menjadi masalah bagiku. Vicko, mmmmm…. Dia adalah seorang teman yang aku kenal semenjak aku menjadi pengurus OSIS di sekolahku.

Indra tunggu, kamu ada acara tidak hari ini? Kalau kamu kosong, Kepala Sekolah menyuruh kita datang ke seminar pelajar.” Tegur Vicko.

Kapan Vick? Hari ini aku memang kosong, tapi aku nanti ada ulangan Kimia. Kalau bisa setelah ulangan.” Jawabku.

Nanti setelah pulang sekolah. Aku tunggu di ruang OSIS saja ya.” Sahut Vicko. Aku pun segera berlari menuju ke kelasku dan Vicko pun berlari ke kelasnya, karena kelas jam pertama sudah hampir dimulai.

Frans, kok ada yang sering mencuri pandang kepadaku?” ucapku kepada Fransisco.

Ah, itu hanya perasaanmu saja, weh… sapa nih…? Terus target yang kita kerjain bagaimana?” jawab Frans dengan logat yang selalu tidak nyambung itu.

Hoi! Ngalamun aja, tidak ke kantin? Kamu di cari sama anak kelas satu.” Gertak Frans kepadaku.

Nggak ah…! Tunggu! Kamu tadi bilang aku dicari anak kelas satu, siapa?” sahutku.

Wah aku lupa namanya, dia anak kelas 1F, kalu tidak salah dia bernama Dony. Dia ciri-cirinya, rambut plontos, kulit sawo matang, nggak terlalu tinggi.” Jawab Frans keapadaku.

Ooooo, males ah! Dia yang butuh aku, harusnya dia dong yang kesini, kok mewah, memangnya siapa dia?” jawabku dengan logat yang sedikit sinis.

Permisi Pak! Indra dipanggil Kepala Sekolah.”

Konsentrasiku pun pecah karena Pak Guru bidang study memanggil. Akupun bergegas menuju ruang kepala sekolah. Aku kira, terkena masalah yang serius, ternyata aku hanya diingatkan untuk ikut seminar pelajar setelah pulang sekolah. Aku menunggu diruang OSIS sembari membaca buku untuk persiapan seminar pelajar nanti. Vicko pun datang lima menit kemudian, “Hai dra, baca buku apaan nih?” Tanyanya.

Oiuh…, asyik banget.” Sahut Rara temanku satu organisasi.

Nggak juga, hanya baca buku tentang HIV/AIDS, untuk persiapan seminar nanti. Jadi nanti yang kurang jelas bisa ditanyakan lagi saat seminar.” Jawabku dengan hangat.

Hai ndra, kamu jadi berangkat seminar? Boleh tidak ya aku ikutan?” Tanya Rara kepadaku. “Jadilah Ra, kamu pingin ikut? Ikut saja, tadi kepala sekolah juga menyarankan untuk mengajakmu juga.” Jelasku.

Benar ndra, kamu serius…?”

Kenapa aku harus bercanda?”

Kami bertiga berangkat menggunakan kendaraan pribadi masing-masing namun Vicko berboncengan denganku.

Vic, mengapa banyak orang membenci penderita AIDS/HIV? Apakah penyandang HIV/AIDS tidak memiliki hak dan kewajiban yang sama?” tanyaku seusai seminar kepada Vicko. “Entahlah ndra aku tidak mengerti, mengapa mereka hanya memandang bahwa penderita penyakit seperti ini selalu didiskriminasikan?” jelasnya.

Oya Vic, mau tidak ajarin aku chatting?. Aku masih bingung caranya chatting.” Pintaku untuk mengalihkan perhatian. “Baiklah ndra, tapi kamu yang bayar ya…” sahutnya.

Iya deh…!

Akhirnya kami berduapun tiba disebuah warung internet di kawasan Jalan Kapten Piere Tendean. Dari sinilah aku mengenal dunia maya. Dan mengetahui banyak info untuk pencarian jati diriku yang sebenarnya.

16 Februari, hari ini aku mulai bergelut dengan dunia maya. Aku menjelajahi semua tentang jati diriku yang sebenarnya. Aku bermula tak mengerti apa itu chatting, browsing internet, dan lainnya. Namun pada hari ini, aku mulai berchatting dengan seseorang yang memberiku channel komunitas kaum yang selalu didiskriminasikan oleh masyarakat. Aku hanya berawal dari IRC saja. Aku masih baru dan belum tahu tentang bagaimana menggunakan web cam, membuat email, maillist, dll. Aku ingat, dia bernama Nia yang berumur 25 tahun, ia adalah seorang karyawati disebuah perusahaan swasta dikotaku ini. Ia memberitahukan beberapa channel diinternet. Dan akhirnya pun aku mengenal banyak orang disana.

Ya Tuhan, hari ini aku penuh dengan kegelisahan setiap kali aku berpapasan dengan adik kelasku. Perasaan itu muncul tiba-tiba tanpa aku rencanakan terlebih dahulu, saat aku menatapnya perasaan itu pun muncul dan yang aku dapati di setiap aku mentapnya adalah aura dalam dirinya berbeda dengan pria lainnya. Tuhan cobaan apa lagi yang kau beri kepadaku? Apakah aku ini gay? Selama ini orang tuaku tak pernah ada yang tahu tentang diriku ini. Karena mereka tak ingin mengetahui dari diriku. Namun aku masih bingung dengan apa yang mereka lakukan terhadapku. Ya Tuhan, kapan aku dapat bebas dari tekanan orang tuaku? Sampai kapan aku harus menunggu untuk mendapatkan jati diriku yang sebenarnya?

Aku selalu merenungkan tentang apa yang dapat aku renungkan dengan ditemani semilirnya angin dan turunnya hujan gerimis di malam hari yang dingin. Aku pun merenungkan pula, bahwa setiap orang pria ingin sekali duduk berdampingan dengan calon istrinya untuk mengucap janji dihadapan Tuhan serta disaksikan oleh sanak keluarga, orang tua, dan teman-teman. Namun diriku merasa aneh untuk memikirkan hal tersebut, aku takut jika dijauhi oleh kelompokku karena telah mengkhianati mereka. Tuhan berilah aku petunjuk-Mu dan lindungilah aku. Aku selalu berfikir, mengapa ini semua terjadi kepadaku.

20 Oktober. Entah apa yang terpikir olehku hari ini. Aku sangat berharap sekali dengan memiliki pendamping yang dapat menggantikan Sulis. Aku kembali mendatangi warung internet, berjam-jam aku lalui dengan berchatting ria. Akhirnya aku bertemu dengan seseorang yang sangat tampan. Sebut saja dia Devin, ia sangatlah menjadi dambaan semua wanita, karena dia memiliki wajah tampan, tinggi dan berat badan yang ia miliki sangatlah proporsional. Aku tahu dia bukan dari kalangan model namun dia adalah seorang akuntan disalah satu bank di Kebumen.

Oya, ternyata ia juga menggemari rumah adat Bali. Namun aku tak menyangka kebaikannya tak dapat bertahan lama. Setelah dia berhasil menanamkan benih kenikmatan sesaatnya terhadapku, maka ia pun meninggalkanku seperti sampah. Hatiku pun hancur. Aku berusaha mencari informasi tentang dirinya namun dari pihak keluarganya menutupi keberadaan Devin yang sebenarnya. Aku merasa hina, mengapa orang dengan mudah mempermainkan perasaan orang lain? Inilah yang aku jadikan pengalaman baru dalam hidupku. Semoga esok lebih baik lagi.

26 Oktober. Aku berpikir jika menjalani hidup seperti sekarang ini aku tak sebebas teman-temanku. Aku merasa mendapatkan tekanan dari keluarga yang taat dengan agama. Mereka selalu menjerat diriku dengan penuh larangan-larangan. Aku selalu menangis di malam hari yang ditemani dinginnya angin malam, aku merenungi semua kejadian-kejadian yang telah menimpaku. Dalam lamunanku aku melihat bayangan masa lalu yang menyedihkan, namun tiba-tiba aku tersentak teringat bahwa hari ini adalah ulang tahun Devin yang ke 26. Aku segera menuju keruang kerja kakakku untuk menghubungi Devin. Namun saat aku hubungi ke ponselnya nada sibuk pun terdengar aku terus-menerus mencoba menghubunginya namun selalu saja tak dapat dihubungi karena selalu masuk ke mailbox. Akhirnya aku menyerah, tak ada guna jika orang yang sudah kuanggap dia sebagai teman telah membuangku seperti sampah. Walau rasa sakit hati mulai tumbuh namun ku berusaha untuk tegar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
SPOT ABU-ABU - Free Blogger Templates, Free Wordpress Themes - by Templates para novo blogger HD TV Watch Shows Online. Unblock through myspace proxy unblock, Songs by Christian Guitar Chords