Bulan bersinar di malam hari, angin hingga racun dalam satu kandungan
Dan di hati lelaki birahi liar yang menggelincir.
Banyak batu putih menggelincir dijalanan
Dibawah lampu merah di ujung jalan,
Mereka yang liar sedang menyedot batang rokoknya.
Mereka yang birahi beracun pun menggelincir deras.
Kain biru dan sutra hitam,
Laki-laki itu t’lah membuka pintu tinggalkan tilam.
Bunga tidur dan tanpa bauran
Didadanya terdapat angin jahat tanpa perumahan.
Dibawah lampu merah di ujung jalan,
Empat mata bertukar tawaran,
Asap dari hidung dan gigi yang saling gemeretakan.
9 Juli, 09.00 Pagi ini aku diajak Dad untuk melihat pengumuman penerimaan siswa baru di sebuah SMA Negeri di kota ini. Ternyata aku disana bertemu dengan Sulis yang melihatku dengan sinis. Tetapi aku tetap menyapanya dengan penuh keramahan kepadanya. Prinsipku adalah walaupun dia pernah mengisi hatiku tetapi aku tetap harus menganggapnya sebagai bagian yang terkecil dari hidupku. Ketika prediksi yang diterima di sekolah tersebut ditempel.
“Kamu yakin, dapat sekolah disini? Jika kamu diterima kita bisa berdua lagi.” Ujar Sulis kepadaku.
“Aku? Mmmm, mungkin.” Jawabku penuh keraguan.
Jujur untuk dapat beradaptasi dan berkenalan dengan yang belum aku kenal aku susah-susah gampang, ya terutama dengan lelaki…., namun gampang-gampang susah jika aku bergaul dengan wanita. Ya, apa mungkin orang seperti aku ini lebih mudah bergaul dengan kaum Hawa dari pada kaum Adam? Beberapa hari kemudian aku berkenalan dengan seseorang, saat aku memandangnya aku selalu teringat dengan Sulis yang aku kira dulu ia dapat setia akan tetapi itu hanya bualannya saja. Ya. Dia itu Pranoto. Memang dia bukan teman sekelasku tetapi aku bisa memandangnya sewaktu-waktu dan mencari informasi tentang dirinya lewat beberapa temannya yang satu kelas denganku. Kupikir dia lajang dan belum ada yang memiliki. Setelah aku mengetahui itu, aku hanya dapat menikmati tampangnya saja. Dan aku hanya dapat berkata didalam hati. “Pranoto, oh Pranoto…, kamu memiliki seseorang yang menyayangimu dan dia sangatlah cantik. Seandainya saja kau menjadi pacarku, aku tak kan pernah menyia-nyiakanmu.”
Malam ini Sulis tiba-tiba menelponku untuk pertama kalinya setelah kami putus. Ia mengajakku untuk membolos bersama Siska, dan teman-temannya. Aku tahu itu hanya membuang-buang waktu saja. Menurutnya, ia hanya ingin meminta maaf karena ia telah mengecewakanku dan telah mengkhianati cinta kami berdua. Akhirnya aku pun membolos bersamanya atas permintaan Sulis dan Siska. Aku tahu bahwa Siska tak mengetahui apa yang terjadi antara kami berdua. Ia hanya mengetahui bahwa aku hanya sebatas teman biasa dan bukanlah sebagai sepasang kekasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar