04 Januari 2009

Jangan Panggil Aku Gay (2)

By. Dian T Indrawan

31 Juni, 10.00. Aku datang ke sekolah untuk menyelesaikan semua arsip-arsip kelulusanku. Di sekolah aku tak melihat batang hidung Sulis. Aku hanya melihat Riyan, Rizky, dan Adi di kantor guru. Meraka menyapaku dengan ramah tapi mengapa Sulis tak terlihat hingga siang. Perasaan cemas, tiba-tiba datang. Aku merasa ingin bertemu dengan Sulis saat itu juga. Akhirnya aku bertemu dengannya tetapi dia bersama Siska sahabatku dan seorang yang dibanggakan oleh Sulis. Seketika itu, sedapnya daun yang gugur, lembutnya lumut cendawan pertanda muramnya kasih yang gugur, lembut kecupnya telah dalam tahap penghabisan. Kenangan indah bersamanya tidak dapat begitu saja ditutup semudah kita membuka sebuah buku dan menutupnya kembali. Setelah ia mengucap janji setianya kepada Siska hatiku sangat terpukul, diriku seperti sampah dan tak punya harga diri lagi. Oh… Sulis, mengapa kau tinggalkan aku? Dimana sikapmu yang selalu menepati janji? Walaupun cinta kami berdua di tikam dalam-dalam, tetap saja kenangan yang indah bersamamu susah kulupakan. Keputusanku hanyalah ikhlas untuk melepasnya, karena cinta itu tak harus kita miliki jika suatu hubungan sudah tidak memiliki masa depan yang jelas.

Bulan bersinar di malam hari, angin hingga racun dalam satu kandungan

Dan di hati lelaki birahi liar yang menggelincir.

Banyak batu putih menggelincir dijalanan

Dibawah lampu merah di ujung jalan,

Mereka yang liar sedang menyedot batang rokoknya.

Mereka yang birahi beracun pun menggelincir deras.

Kain biru dan sutra hitam,

Laki-laki itu t’lah membuka pintu tinggalkan tilam.

Bunga tidur dan tanpa bauran

Didadanya terdapat angin jahat tanpa perumahan.

Dibawah lampu merah di ujung jalan,

Empat mata bertukar tawaran,

Asap dari hidung dan gigi yang saling gemeretakan.


9 Juli, 09.00 Pagi ini aku diajak Dad untuk melihat pengumuman penerimaan siswa baru di sebuah SMA Negeri di kota ini. Ternyata aku disana bertemu dengan Sulis yang melihatku dengan sinis. Tetapi aku tetap menyapanya dengan penuh keramahan kepadanya. Prinsipku adalah walaupun dia pernah mengisi hatiku tetapi aku tetap harus menganggapnya sebagai bagian yang terkecil dari hidupku. Ketika prediksi yang diterima di sekolah tersebut ditempel.

“Kamu yakin, dapat sekolah disini? Jika kamu diterima kita bisa berdua lagi.” Ujar Sulis kepadaku.

“Aku? Mmmm, mungkin.” Jawabku penuh keraguan.Akhirnya Dad memberitahuku bahwa aku dapat diterima tanpa syarat karena prestasiku cukup bagus. Namun, aku menolak untuk sekolah disana, bukan karena Sulis tetapi citra sekolah itu buruk. Yang terkenal suka berkelahi, gang-gangan, dan lain-lain. Kemudian aku pun beranjak dari sekolah itu dan mencari citra sekolah yang lebih baik. 11.00, aku dan Dad tiba di sekolah yang terkenal sangat mahal tetapi ternyata di sekolah swasta yang benaung dibawah bendera matahari terbit itu, aku dapat diterima disekolah tersebut dengan syarat harus membayar uang gedung minimal 10 juta rupiah. Uang dari mana? Dengan tanpa aba-aba dari Dad, aku pun mengajak Dad untuk mencari sekolah yang lebih murah tetapi memiliki citra yang lebih baik. 11.30. Wah, jam tanganku sudah menunjukan jam istirahat kantor sudah hampir tiba, ternyata banyak juga teman-teman SMP-ku yang mendaftar disekolah itu. Waaaaah, asyiiiik. Aku dapat berkumpul dengan mereka. Memang sekolah tersebut murah tetapi tetap saja dengan syarat yakni harus dapat membaca kitab suci dengan baik. Aku pun memutuskan untuk menempuh ilmu di sekolah itu. Selain dekat dari rumah juga lingkungan yang sangat mendukungku untuk belajar disana.


Jujur untuk dapat beradaptasi dan berkenalan dengan yang belum aku kenal aku susah-susah gampang, ya terutama dengan lelaki…., namun gampang-gampang susah jika aku bergaul dengan wanita. Ya, apa mungkin orang seperti aku ini lebih mudah bergaul dengan kaum Hawa dari pada kaum Adam? Beberapa hari kemudian aku berkenalan dengan seseorang, saat aku memandangnya aku selalu teringat dengan Sulis yang aku kira dulu ia dapat setia akan tetapi itu hanya bualannya saja. Ya. Dia itu Pranoto. Memang dia bukan teman sekelasku tetapi aku bisa memandangnya sewaktu-waktu dan mencari informasi tentang dirinya lewat beberapa temannya yang satu kelas denganku. Kupikir dia lajang dan belum ada yang memiliki. Setelah aku mengetahui itu, aku hanya dapat menikmati tampangnya saja. Dan aku hanya dapat berkata didalam hati. “Pranoto, oh Pranoto…, kamu memiliki seseorang yang menyayangimu dan dia sangatlah cantik. Seandainya saja kau menjadi pacarku, aku tak kan pernah menyia-nyiakanmu.


Malam ini Sulis tiba-tiba menelponku untuk pertama kalinya setelah kami putus. Ia mengajakku untuk membolos bersama Siska, dan teman-temannya. Aku tahu itu hanya membuang-buang waktu saja. Menurutnya, ia hanya ingin meminta maaf karena ia telah mengecewakanku dan telah mengkhianati cinta kami berdua. Akhirnya aku pun membolos bersamanya atas permintaan Sulis dan Siska. Aku tahu bahwa Siska tak mengetahui apa yang terjadi antara kami berdua. Ia hanya mengetahui bahwa aku hanya sebatas teman biasa dan bukanlah sebagai sepasang kekasih.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
SPOT ABU-ABU - Free Blogger Templates, Free Wordpress Themes - by Templates para novo blogger HD TV Watch Shows Online. Unblock through myspace proxy unblock, Songs by Christian Guitar Chords